Cerita Bersambung: "Langkah Adim"
Bagian 6: Kotak Rahasia dan Bayangan Pilihan
Adim berangkat pagi-pagi sekali menuju rumah ayahnya di desa kecil yang masih asri, tak jauh dari Porong. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi bayangan tentang kotak tua yang pernah disebut ayahnya. Adim berharap benda itu dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantui dirinya.
Pertemuan dengan Ayah
Rumah ayah Adim sederhana, dengan halaman kecil yang dipenuhi tanaman obat. Ketika Adim mengetuk pintu, ayahnya, Pak Sutrisno, membuka pintu dengan senyum hangat.
"Adim, tumben datang pagi-pagi begini," sapanya.
Adim langsung duduk di kursi ruang tamu dan tanpa basa-basi mulai berbicara, “Pak, aku butuh lihat kotak tua milik Mbah. Yang dulu pernah Bapak ceritakan.”
Senyum di wajah Pak Sutrisno perlahan memudar. Dia memandang Adim lama, lalu duduk di depannya. “Kenapa kau tiba-tiba menanyakan kotak itu, Dim? Kotak itu sudah lama disimpan, dan aku pikir isinya tak penting.”
Adim menjelaskan semuanya—tentang buku tua, wanita berjubah hitam, gudang tua, hingga tulisan tangan di buku kecil. Pak Sutrisno mendengarkan dengan serius, meski terlihat ada ragu di matanya.
Setelah mendengar cerita Adim, dia berdiri tanpa sepatah kata dan menuju lemari kayu besar di sudut ruangan. Dari dalam lemari itu, dia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil yang tampak sangat tua, dengan ukiran rumit di permukaannya.
"Inilah kotaknya," kata Pak Sutrisno sambil menyerahkannya pada Adim.
Kotak itu terasa berat di tangan Adim. Dia mencoba membuka penutupnya, tetapi terkunci rapat.
“Kunci kotak ini sudah hilang sejak lama,” kata Pak Sutrisno, mengangkat bahu. “Mungkin itu sebabnya aku tidak pernah memeriksanya.”
Adim teringat kunci perak kecil yang dia temukan di gudang tua. Dengan harapan besar, dia mengeluarkan kunci itu dari sakunya dan mencobanya di lubang kunci kotak. Setelah sedikit usaha, terdengar suara klik, dan kotak itu terbuka.
Isi Kotak Tua
Di dalam kotak, Adim menemukan beberapa benda:
- Sebuah foto tua yang mulai memudar, menunjukkan seorang pria muda yang tersenyum sambil memegang buku yang tampak familiar—buku tua yang kini ada di tangan Adim.
- Sebuah surat berbahasa Jawa dengan tinta yang sudah mulai pudar.
- Sebuah benda kecil berbentuk medalion dengan ukiran yang serupa dengan simbol di buku tua.
Adim mengangkat surat itu dengan hati-hati. Pak Sutrisno mendekat, penasaran. Mereka berdua mencoba membaca surat itu, meskipun beberapa bagiannya sulit dibaca karena sudah terlalu tua.
Surat itu berbunyi:
"Kepada generasi penerusku,
Jika kau membaca ini, berarti rahasia keluarga kita telah menemukanku. Buku itu adalah warisan keluarga Suradimaja, tetapi bukan tanpa konsekuensi. Buku ini membawa banyak jawaban, tetapi juga membawa bahaya. Kau harus siap menerima takdir ini jika memutuskan melanjutkan perjalananmu. Pilihan ada di tanganmu: membuka pintu rahasia ini, atau meninggalkannya untuk selamanya."
Pak Sutrisno membaca surat itu dengan wajah tegang. “Jadi ini yang disembunyikan ayahku,” gumamnya. “Aku tidak pernah tahu apa arti semuanya. Ayah tidak pernah bicara soal ini sebelum menghilang.”
“Bapak bilang Mbah menghilang?” tanya Adim.
Pak Sutrisno mengangguk. “Ya. Dia pergi suatu hari dan tidak pernah kembali. Katanya dia akan menyelesaikan urusan penting. Sekarang aku sadar, mungkin urusannya ada hubungannya dengan buku ini.”
Medalion yang Misterius
Adim mengambil medalion kecil itu. Benda itu terasa dingin di tangannya, meskipun ruangan tidak terlalu dingin. Ketika dia memeriksanya lebih dekat, dia menyadari ada sesuatu yang aneh—ukiran di medalion itu sepertinya cocok dengan simbol di salah satu halaman buku tua.
Dengan cepat, Adim membuka buku tua yang dia bawa. Dia membalik halaman demi halaman hingga menemukan simbol yang sama. Simbol itu adalah gambaran pintu dengan sebuah lubang di tengahnya.
“Medalion ini... kuncinya,” bisik Adim.
Pak Sutrisno menatapnya, terlihat cemas. “Kau yakin ingin melanjutkan ini, Dim? Aku tidak tahu apa yang akan kau temukan, tapi rasanya tidak aman.”
Adim mengangguk tegas. “Aku harus tahu, Pak. Kalau tidak, aku tidak akan pernah bisa tenang.”
Kembali ke Wanita Berjubah Hitam
Malam itu, Adim kembali ke kontrakannya dengan medalion dan surat dari kotak tua. Dia mencoba memahami simbol di buku itu dan mencari petunjuk tentang pintu yang digambarkan.
Namun, sebelum dia bisa menemukan jawabannya, wanita berjubah hitam muncul lagi. Kali ini, dia muncul di cermin kamar Adim, bukan secara langsung.
“Adim,” katanya dengan suara yang terdengar menggema.
Adim mundur selangkah, terkejut. “Kau lagi! Apa yang kau mau dariku?”
“Aku tidak menginginkan apa pun darimu,” jawab wanita itu. “Tapi kau harus tahu bahwa setiap langkah yang kau ambil mendekatkanmu pada pilihan besar. Kunci dan medalion itu akan membuka pintu yang kau cari, tetapi setiap pintu yang terbuka membawa risiko.”
“Pintu apa? Risiko apa?!” tanya Adim frustrasi.
Wanita itu hanya tersenyum samar. “Kau akan tahu ketika waktunya tiba. Tapi ingat, Adim, tidak semua kebenaran layak ditemukan.”
Misteri yang Semakin Dalam
Adim merasa semakin terjebak dalam misteri ini. Dia tidak bisa mundur, tapi juga tidak tahu apa yang menunggunya di depan. Satu hal yang dia yakini adalah bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang buku atau medalion, tetapi tentang menemukan siapa dirinya sebenarnya.
Dengan medalion di tangannya, dia memutuskan langkah berikutnya: mencari pintu yang digambarkan dalam buku tua itu, apa pun risikonya.
Bersambung...
Apa yang akan Adim temukan di balik pintu itu? Dan pilihan apa yang harus dia buat? Nantikan di Bagian 7!
Komentar
Posting Komentar